Atelier Iris pertama kali hadir di pasaran Amerika melalui Atelier Iris Eternal Mana tahun 2006 lalu. Konsepnya yang menggabungkan pengetahuan alkimia (alchemy) sebagai dasar ceritanya ternyata menarik perhatian orang. Konsep unik ini membuat Atlus berani membawa sekuelnya yang berjudul Azoth of Destiny ke pasaran Amerika. Kali ini anda bisa memainkan dua karakter utama dalam game ini secara berganti-gantian.
Graphic (7 / 10)
Grafis in-game Atelier Iris 2 masih
berbentuk 2D dan jujur saja – tampak ketinggalan jaman dibandingkan RPG-RPG
sekarang. Saya yakin bahwa konsol seperti Playstation saja masih bisa
menampilkan grafis dalam game ini.
Yang memberi nilai tambah pada
bagian grafisnya malah ilustrasi karakter saat anda sedang berbicara.
Masing-masing tergambarkan dengan hidup dan menarik (colorful). Mirip rasanya
seperti memainkan game Rhapsody dulu. Game ini juga memiliki opening anime dan
cutscene anime (walaupun jumlahnya tidak banyak).
Latar belakang dalam dungeon juga di
beberapa tempat nampak seperti berulang-ulang. Sepertinya sang ilustrator
sedikit malas untuk menggambarkan berbagai variasi dungeon. Ini diperparah
dengan animasi karakter yang bisa ‘menembus’ pintu ketimbang membukanya.
Jurus-jurus spesial atau magic yang ditampilkan dalam game ini juga terkesan
ala kadarnya. Jelas kalau game ini tidak digarap dengan maksimal dalam bidang
grafis.
Sound (8 / 10)
Luar biasa, keberanian Atlus untuk
memberikan fungsi dua voice acting dalam game ini layak diacungi jempol. Anda
yang ingin mendengarkan versi bahasa Inggrisnya takkan terlalu kecewa karena
mereka yang mendubbing suara karakter-karakter utama anda cukup mampu menjiwai
karakter mereka.
Tentu saja voice actors itu semua
terkesan amatiran kalau dibandingkan dengan seiyuu asli game ini dari Jepang.
Semuanya mampu menjiwai peran mereka dengan baik dan sempurna. Galahad yang
berwibawa misalnya diisi oleh seiyuu dengan suara berat dan berkarakter. Ini
membuat percakapan (yang sering diisi suara pada event lumayan penting) menjadi
enak, menarik untuk diikuti – sekaligus membuat setting dunia Atelier Iris 2
lebih hidup.
Bagaimana dengan OST dalam game ini?
Tidak jelek. Secara keseluruhan warna musik yang digambarkan game ini cenderung
ceria dan riang. Tidak ada musik (setidaknya sampai sekarang) yang terkesan
memorable dan terngiang terus di kepala saya. Toh, setidaknya musik dalam game
ini juga tidak memaksa saya untuk mematikan suara TV saya. Secara keseluruhan, department
suara dalam game ini mengalami acungan jempol saya dengan keberanian mereka
membawa para seiyuu Jepangnya ke pasaran internasional.
Tergantung. Cerita utama dalam game
ini nantinya terbagi dalam 22 chapter utama. Game ini tidak akan makan waktu
lebih lama dari 25 jam untuk menyelesaikannya. (Sekarang saya sudah memainkan
game ini selama 15 jam dan sudah mencapai chapter 16 dalam ceritanya).
Untungnya saja game ini memiliki banyak subquest sampingan. Mengumpulkan
resep-resep komplit segala macam item adalah tantangan tersendiri, mengumpulkan
item-item yang dibutuhkan adalah tantangan lainnya lagi.
Sayangnya walau subquestnya banyak
tetapi kota dalam game ini sangat-sangat kecil. Anda hampir tidak bisa
menjelajahi manapun dengan kota yang demikian kecilnya. Lebih buruk lagi,
karakter-karakter NPC dalam game ini nampak seperti robot. Mereka hanya
berbicara tidak lebih dari dua tiga kalimat dan sangat repetitf. Ini membuat
suasana dunia dalam game ini terasa kurang hidup. Ini makin mengurangi
keinginan saya untuk terlibat hal lain di luar jalan cerita utama. Cerita dalam
game ini? Bisa dibilang cukup sederhana dan mengambil tema sederhana penyelamatan
dunia.
Editor’s Tilt (7.5 / 10)
Karena ini bisa dibilang game
pertama Atelier Iris, saya masih terpukau dengan berbagai aspek dalam game ini.
Konsep alkimia dan dual karakter yang diterapkan membuat game ini terasa tidak
mainstream (seperti RPG SquareEnix kebanyakan misalnya). Tidak mainstream
nyatanya tidak membuat game ini simple. Game ini memiliki kompleksitasnya
tersendiri dengan sistem alkimianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar